Kenapa minder menjadi petugas perpustakaan?
Kalau
ada pertanyaan, siapakah pahlawan tanpa tanda jasa itu? Pasti kita
semua sepakat bahwa jawabannya adalah guru. Ya, karena seorang guru
dengan ikhlas telah menjadikan kita semua pandai. Bahkan dari tangan
seorang guru telah lahir manusia-manusia cerdas di negeri kita ini. Mereka yang juara Olimpiade Fisika, Kimia, Matematika dan lain-lain, pasti berkat peran seorang guru mereka menjadi juara.
Tapi
kalau ada pertanyaan bahwa, adakah pekerjaan yang lebih mulia di dunia
ini selain menjadi guru/pengajar? Apakah anda tahu jawabannya?
Ya,
semua orang pasti punya jawaban sendiri-sendiri. Tapi kalau boleh saya
menjawab adalah mereka yang bekerja sebagai Pustakawan/Pustakawati.
Kenapa mereka?
Pekerjaan
sebagai guru memang pekerjaan yang mulia. Karena mereka yang dididik
akan menjadi orang-orang yang pandai dibidangnya dan mempunyai bekal
dalam kehidupannya. Tapi, coba kita tengok ke Perpustakaan. Disana
disediakan berbagai macam ilmu yang dengan sangat mudahnya dapat kita
ambil, dapat kita serap dan juga bisa kita terapkan kapanpun kita mau.
Pernahkah anda mendengar slogan bahwa, “BUKU ADALAH GURU YANG SABAR”,
atau “BUKU ADALAH GURU YANG DIAM”. Disinilah letak keistimewaan seorang
Pustakawan/Pustakawati yang dengan sabar menyediakan guru-guru (buku)
bagi kita sesuai guru (buku) yang kita kehendaki. Di dalam Perpustakaan
banyak guru (buku) yang siap membimbing kita dengan ilmu yang kita
inginkan. Peran seorang Pustakawan disini sangatlah penting, sangatlah
mulia dalam melayani para Pemustaka. Mereka siap mencarikan ilmu yang
ingin kita cari. Mereka siap menunjukkan guru (buku) yang ingin kita
ambil ilmunya. Terlebih dijaman sekarang ini, dijaman krisis yang
berkepanjangan bagi bangsa ini. Buku menjadi barang yang sangat mahal
harganya. Buku menjadi barang yang sangat sulit dijangkau oleh kantong
kita.
Sayangnya
menjadi pegawai perpustakaan atau petugas pelayanan perpustakaan atau
Pustakawan itu sendiri, masih banyak yang minder, yang tidak pede
(percaya diri). Mereka menganggap bahwa itu adalah pekerjaan buangan.
Pekerjaan yang tidak bisa dijadikan sebagai bekal hidup. Pekerjaan yang
tidak bisa untuk peganngan hidup.
Memang
yang terakhir tadi bisa menjadi alasan kalau menilik perpustakaan yang
berada di desa dengan format rumah baca, warung baca, taman baca, pondok
baca, rumah pintar dan lain-lain yang biasanya bersifat sosial. Hal ini
seharusnya menjadi tugas pemerintah untuk mensejahterakan para pegawai
perpustakaan atau petugas layanan perpustakaan. Bukankah Bapak Gubernur
Jawa Tengah mempunyai semboyan “Bali Deso Mbangun Deso” dimana seluruh
desa di Jawa Tengah ini diharapkan mempunyai perpustakaan untuk
membangun desanya. Hal ini bisa sulit terwujud jika semua petugas
pelayanan atau Pustakawan tidak merasa bahwa tugasnya itu sangatlah
mulia sebagai penyedia guru bagi para Pemustaka.
Akhirnya
saya menghimbau kepada sesama petugas perpustakaan baik itu petugas
pelayanan, pengelola perpustakaan, Pustakawan dan lain-lain, mari dengan
jiwa yang ihklas untuk ikut membangun bangsa kita ini dengan cara
memintarkan masyarakat Indonesia,
memberikan ilmu dengan menyediakan bahan pustaka yang berkualitas dan
berguna. Jangan minder, jangan merasa rendah diri karena sesungguhnya
pekerjaan ini sangatlah mulia bahkan lebih mulia dari pada seorang guru.
Kalau guru memberikan ilmunya sesuai bidangnya, maka seorang petugas
perpustakaan memberikan ilmu dengan berbagai macam guru (buku).
Tak
lupa untuk pemerintah tolong kalau pekerjaan guru bisa sejahtera,
harusnya seorang petugas perpustakaan juga bisa ikut disejahterakan atau
setidaknya diberikan insentif. Bukankah kami juga ikut mencerdaskan
& memberdayakan masyarakat dalam membangun bangsa ini.
jika menurut anda bermanfaat like dan tinggalkan commentnya ya..
jika menurut anda bermanfaat like dan tinggalkan commentnya ya..
0 komentar:
Posting Komentar